FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    28 10-2013

    31640

    Pemerintah Akan Revisi UU 11/2008 Tentang ITE Tahun Depan

    Kategori Berita Kominfo | andr010

    Jakarta, Kominfo - Pemerintah berencana akan merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di tahun 2014 mendatang. Revisi UU ITE tersebut karena adanya desakan dari sejumlah organisasi masyarakat sipil.

    Seperti diketahui, sejumlah organisasi masyarakat sipil, seperti Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Elsam, dan Kontras, mendesak pemerintah segera merevisi UU ITE, khususnya pasal 27 ayat 3 tentang penghinaan dan pencemaran nama baik lewat media massa. Pasal itu, seringkali digunakan banyak pihak untuk menuntut secara pidana para pengkritiknya melalui dunia maya.

    Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptik) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Ashwin Sasongko mengatakan, pemerintah akan merevisi Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tahun 2014 mendatang. “Ancaman pidana menjadi tujuan dilakukannya revisi tersebut”, kata Ashwin.

    Menurutnya, revisi UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengenai ancaman pidana. “Ancaman pidana di UU ITE selama enam tahun akan disesuaikan dengan yang ada di KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana-red) yang hanya 14 bulan”, ujarnya.

    UU ITE sendiri terbit pada 25 Maret 2008 dengan cakupan meliputi globalisasi, perkembangan teknologi informasi, dan keinginan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

    Meski mengandung banyak sisi positif, UU ITE dianggap banyak pihak memiliki sejumlah pasal karet dan kejanggalan. Positifnya UU ITE memberikan peluang bagi bisnis baru di Indonesia karena penyelenggaraan sistem elektronik diwajibkan berbadan hukum dan berdomisili di Indonesia.

    UU ITE, juga dapat mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan internet yang merugikan, memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem elektronik, dan memberikan perlindungan hukum terhadap kegiatan ekonomi misalnya e-tourism, e-learning, implementasi EDI, dan transaksi dagang. UU itu juga memungkinkan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di luar Indonesia dapat diadili. Selain itu, UU ITE juga membuka peluang kepada pemerintah untuk mengadakan program pemberdayaan internet.

    Sayangnya UU ITE dianggap banyak pihak membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan menghambat kreativitas dalam berinternet.

    Sejumlah pasal yang kerap disebut memuat aturan warisan pasal karet (haatzai artikelen) di antaranya pasal 27 ayat 1 dan 3, pasal 28 ayat 2, dan pasal 31 ayat 3.

    Damar Juniarto, Juru Bicara Safenet mengatakan, pasal penghinaan dan pencemaran nama baik lewat media massa yang ada dalam UU ITE sering dimanfaatkan pelapor untuk meredam upaya kritis masyarakat. “Mayoritas para pelapor kebanyakan, mereka yang memiliki kekuasaan, seperti politisi, bupati dan pejabat tinggi lainnya”, katanya.
    Menurutnya, dari 2008 hingga saat ini sudah ada 25 korban akibat penerapan pasal pencemaran nama baik yang ada di Undang-undang ITE. “Dari jumlah tersebut, tahun 2013 merupakan paling buruk bagi pengguna Internet di Indonesia karena setiap bulan satu kasus muncul selama 2013”, ujarnya.

    Damar menambahkan, untuk itu, masyarakat sipil mendesak Kementerian Kominfo, Kementerian Hukum dan HAM serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merevisi atau bahkan menghapus pasal tentang pencemaran nama baik tersebut. Pasalnya, pemenjaraan orang hanya karena ia menyampaikan pendapatnya di Internet atau media sosial harus dihentikan.

    Persoalan pencemaran nama cukup diselesaikan melalui jalur perdata. Hanya saja, bila sewaktu-waktu dia tidak bisa ditemukan titik kesepakatan baru diselesaikan melalui jalur pidana, imbuhnya,” ujarnya.

    Dia menilai, yang ada saat ini, dengan pencantuman pasal 27 ayat 3  UU ITE, orang lebih cenderung menggunakan pasal tersebut untuk didahulukan, bukan penyelesaian baik-baik, musyawarah mufakat, perdata dan lain-lain. “Pidana yang didahulukan hanya karena pidana ini betul-betul member efek yang sangat besar dengan ancaman hukuman penjara enam tahun. Berarti orang bisa langsung masuk penjara tanpa proses terlebih dahulu karena ancamannya di atas lima tahun”, pungkasnya (Az).

    Berita Terkait

    Awas Hoaks! Pemerintah Akan Berikan Tambahan BPNT Tahap 2

    Kemensos RI memberikan klarifikasi melalui akun Instagram resmi @kemensosri, ternyata tidak pernah membuat tautan terkait pendaftaran maupun Selengkapnya

    Peringatan HAN 2023, Anak-Anak Aset Masa Depan Indonesia

    Peringatan Hari Anak Nasional menjadi momentum yang tepat untuk menggaungkan dan mengingatkan kembali kepada masyarakat terhadap perlindung Selengkapnya

    Pemerintah Luncurkan "Gim Anak Bangsa”? Itu Hoaks!

    Tidak ada pernyataan resmi dari pemerintah yang menyatakan bahwa penyedia layanan permainan digital tersebut milik pemerintah. Selengkapnya

    Menkominfo: Pemerintah Belum Akan Eksekusi Putusan Arbiterase Singapura

    Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate, menegaskan Pemerintah hanya akan melakukan eksekusi jika sudah ada penetapan dari penga Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA