FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    09 01-2018

    3799

    Geliat Pasar Pusat Data Indonesia

    Kategori Sorotan Media | Steffani Dina
    - (-)

    Munculnya sejumlah regulasi di berbagai sektor kegiatan ekonomi dalam sepuluh tahun terakhir yang mengharuskan perusahaan di Indonesia untuk menyimpan data di dalam negeri telah mendorong tumbuhnya bisnis pusat data dan teknologi komputasi awan (cloud computing). 

    Misal untuk sektor keuangan, ada Peraturan Pemerintah No. 82/2012 yang mewajibkan sistem pembayaran elektronik untuk menyimpan datanya di Indonesia. Pada sektor minyak dan gas, SKK Migas sejak 2013 telah mewajibkan seluruh perusahaan migas memiliki pusat data yang ditempatkan di Indonesia. 

    Bagi investor, Indonesia menjadi tempat pengembangan bisnis pusat data dan teknologi komputasi awan karena tingkat pengembalian modal investasi (ROIC) yang mencapai 11,6 persen, atau tertinggi di kawasan Asia Pasifik. Sementara itu tingkat ROIC hanya 9,5 persen di Singapura, sedang di Australia karena mahalnya fasilitas di perkotaan, angka ROIC hanya 3,8 persen atau terendah. 

    Pusat data atau data center adalah fasilitas untuk menempatkan sistem komputer, cadangan informasi, server website atau database, dan komponen terkait lainnya. Komputasi awan sendiri merupakan layanan teknologi penyimpanan informasi melalui jaringan berbasis internet yang bisa diakses nirkabel melalui perangkat elektronik. 

    Sebelum maraknya bisnis pusat data dan komputasi awan, keduanya kerap dianggap sebagai bagian perusahaan telekomunikasi. Namun belakangan dua unit usaha ini dapat berdiri sendiri karena memiliki fokus operasional dan cashflow yang jelas. 

    “Perusahaan telekomunikasi sebaiknya mendivestasikan usaha pusat data miliknya, sebab (jika tidak dipisahkan) berpotensi menurunkan nilai usaha pusat data tersebut hingga 16 kali,” ujar Sachin Mittal, Tsz Wang Tam, Toh Woo Kim, dan Chris Ko Cfa dalam DBS Group Research yang bertajuk Data Centre & Cloud: Divestments and M&As to Accelerate in 2018. 

    Laporan tersebut memuat contoh di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, di mana perusahaan telekomunikasi telah mendivestasi bisnis pusat data mereka. Dana yang didapatkan dari divestasi tersebut kemudian digunakan untuk mengaktifkan fasilitas teknologi awan atau diinvestasikan ke bisnis lainnya seperti Big Data Analytics.  

    Ada dua jenis layanan teknologi awan yaitu private dan public cloud. Private cloud adalah layanan eksklusif yang disediakan untuk internal organisasi atau perusahaan. Fasilitas ini lebih aman karena dikelola sendiri, namun biaya operasionalnya cukup tinggi. Sementara public cloud ditujukan untuk pengguna lebih luas, seperti yang disediakan Adobe Reader Cloud, Windows Azure, Amazon Web Services, dan Google Cloud. 

    Oleh karena itu lebih banyak perusahaan--termasuk 48 dari 50 Fortune Global--yang memilih layanan publik ketimbang private. Hal ini jelas menekan pendapatan bisnis private cloud. Maka para pemain di bisnis private cloud pun berekspansi ke area lain seperti penyediaan layanan pendukung keamanan, pengelolaan, dan monitoring teknologi awan. 

    Menurut survey lembaga konsultan bisnis Bain and Company, terjadi peningkatan penggunaan teknologi awan global dari satu persen pada 2010 menjadi 16 persen pada 2015 dengan nilai melebihi 17 miliar dollar AS. Selain itu, berdasarkan laporan McAfee, sebuah perusahaan layanan keamanan siber global, penggunaan komputasi awan hybrid juga melonjak dari 19 persen di 2015 menjadi 57 persen di 2016. 

    Laporan Synergy Research Group menyebut Amazon Web Services sebagai pemain terbesar public cloud, dengan penguasaan 34 persen pasar global. Selanjutnya adalah Microsoft yang menguasai 11 persen dan Google sebesar 5 persen. Sedangkan di Indonesia, pemain terbesar saat ini adalah Telkomsigma yang merupakan anak perusahaan Telkom. Telkomsigma memiliki 100 klien komputasi awan, mulai dari UMKM hingga perusahaan besar nasional. 

    Pada 2014 nilai transaksi pasar pusat data dan komputasi awan Indonesia adalah sebesar Rp 4,4 triliun. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, pasar pusat data Indonesia diprediksi tumbuh sekitar 20 persen per tahun dalam periode 2015 hingga 2107 seiring dengan berkembangnya teknologi digital dan online.  

    Tentu saja pertumbuhan fasilitas pusat data di Indonesia akan dipengaruhi oleh pembangunan infrastruktur nasional, terutama di luar Pulau Jawa. Saat ini industri pusat data di Indonesia dapat disebut masih dalam fase awal dengan 60 persen aktivitasnya terpusat di Jakarta.

    Sumber: http://biz.kompas.com/read/2018/01/08/181626528/geliat-pasar-pusat-data-indonesia

    Berita Terkait

    Menteri Kominfo Ungkap Progres Pengembangan 5G di Indonesia

    Kominfo menyatakan, 5G sudah diuji coba untuk beberapa program di Indonesia. Menteri Johnny Plate pun mengungkapkan progres pengembangan tek Selengkapnya

    DPR Apresiasi Langkah Kemenkominfo Tingkatkan Ekonomi Digital di Indonesia

    Anggota Komisi I DPR RI, Toriq Hidayat memberikan apresiasi terhadap sejumlah langkah yang telah dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan I Selengkapnya

    Empat Prioritas Utama untuk 5G di Indonesia

    Jaringan 5G di Indonesia memang belum terimplementasi. Namun pemerintah sudah mulai berancang-ancang menyiapkan kehadirannya, salah satunya Selengkapnya

    Program Startup Studio Indonesia

    Setelah menginisiasi Gerakan Nasional 1000 Startup Digital pada 2016 dan Nexticorn pada 2017, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominf Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA