FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    03 10-2018

    1321

    Televisi Swasta Minta Diproteksi

    Kategori Sorotan Media | daon001

    Jakarta - Pelaku industri televisi yang tergabung dalam asosiasi televisi swasta Indonesia (ATVSI) tak keberatan bila biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi untuk televisi analog dinaikkan.

    Wakil Ketua ATVSI Syafril Nasution mengatakan, kenaikan BHP frekuensi bukan hal yang perlu ditentang karena frekuensi yang digunakan merupakan milik pemerintah.

    Namun, dia meminta agar pemerintah menjaga keberlangsungan bisnis penyiaran. Pemerintah, lanjutnya, diminta tidak membuka bisnis pertelevisian selebar-lebarnya.

    "Kami tidak merasa keberatan sepanjang bahwa bisnis penyiaran ini didukung dan diproteksi. Kami setuju membayar," ujarnya saat dihubungi Bisnis, belum lama ini.

    Dengan akses bisnis yang semakin bebas, menurutnya, persaingan menjadi semakin ketat. Perusahaan penyiaran televisi menjadi sulit untuk mendapatkan laba yang cukup guna menutup ongkos operasional.

    Pasalnya, pendapatan utama perusahaan penyelenggara siaran televisi analog berasal dari iklan yang kini mulai masuk ke saluran-saluran kecil yakni penyedia konten digital.

    Sebagai gambaran, dari riset yang dilakukan Youtube pada Maret 2018, terdapat selisih tipis antara porsi penonton Youtube dengan porsi penonton televisi. Penonton Youtube terdapat 53% dan penonton televisi sebanyak 57%.

    "Perlu ada, katakanlah aturan yang melindungi. Seperti saat ini, TV dibuka selebarlebarnya. Bagaimana kami dapat duit?" katanya.

    TARIF RENDAH

    Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika rudiantara mengatakan sudah waktunya BHP frekuensi TV analog dinaikkan. Alasannya, bila dibandingkan dengan beberapa negara seperti Singapura dan Australia, Indonesia masih menerapkan tarif yang tergolong rendah.

    Sebagai contoh, dia menyebut Indonesia menerapkan tarif 0,03%. sedangkan Singapura menerapkan tarif 2,50% dan Australia 4,5%.

    Adapun, kenaikan BHP frekuensi bukan hanya untuk menaikkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP), melainkan untuk membenahi valuasi frekuensi dan mendorong migrasi penyiaran ke format digital.

    Dia menyebut, tarif baru bakal dirilis pada Oktober dengan kenaikan sebesar lima hingga sepuluh kali dari tarif saat ini.

    Dia menuturkan kenaikan tersebut mempertimbangkan valuasi frekuensi karena UU No. 9/2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak memungkinkan pemerintah mengatur ulang tarif PNBP tanpa mendapat persetujuan pelaku industri.

    "Kenaikannyaantara 5-10 kali dari tarif sekarang," kata Rudiantara.

    Sumber berita : Bisnis Indonesia (03/10/2018)

    Berita Terkait

    Gernas 1.000 Startup Dibuat Lebih Fleksibel

    Gerakan Nasional (Gernas) 1.000 Start-up Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menerapkan format Selengkapnya

    Satelit Satria Ditargetkan Meluncur 2023

    Menkominfo Johnny G. Plate menjelaskan peluncuran satelit Satria ini untuk mendukung pembangunan transformasi digital di Indonesia yang dimi Selengkapnya

    Milenial Diajak Berantas Hoax yang Diproduksi Gen X

    Semarang - Kementerian komunikasi dan infromatika (kemenkominfo) mengajak generasi muda memerangi hoax serta mendukung pencapaian pembanguna Selengkapnya

    Seluruh Warga Asing Segera Dievakuasi

    Jakarta - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyatakan seluruh warga negara asing (WNA) akan segera dievakuasi Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA