FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    06 05-2019

    1983

    Kewenangan Realokasi Frekuensi tak Boleh Melanggar UU

    Kategori Sorotan Media | daon001

    Ismail, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) mengakui hingga saat ini belum ada regulasi yang spesifik mengatur mengenai M&A di industri telekomunikasi.

    Lanjut Ismail, meski belum ada perundang-undangan yang spesifik namun dalam kenyataannya sudah banyak perusahaan telekomunikasi yang menjalankan M&A.

    “Buktinya sudah beberapa kali terjadi konsolidasi seperti XL dengan Axis. Lalu Indosat dengan Satelindo. Jadi sebenarnya konsolidasi itu tanpa tambahan aturan sebenarnya sudah bisa jalan. Namun yang menjadi masalah adalah mengenai frekuensi. Hingga saat ini belum ada aturan yang spesifik mengatur mengenai kepemilikan frekuensi hasil merger perusahaan telekomunikasi,” terang Ismail.\

    Dalam penjelasan PP 53 tahun 2000 tentang penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit disebutkan bahwa spektrum frekuensi radio dan orbit satelit merupakan sumber daya alam terbatas, dan penggunaan spektrum frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya.

    Sementara itu di pasal 25 PP 53 tahun 2000 ditegaskan bahwa Pemegang izin stasiun radio yang telah habis masa perpanjangannya dapat memperbaharui izin stasiun radio melalui proses permohonan izin baru.

    Selain itu izin stasiun radio tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali ada persetujuan dari Menteri.

    Ismail melanjutkan, dalam aturan yang baru nanti Kominfo ingin memastikan optimalisasi pemanfaatan spektrum frekuensi dengan baik untuk kepentingan masyarakat dan negara.

    Tak hanya sekadar mendapatkan BHP frekuensi saja namun pemanfaatan frekuensinya tak optimal dan hanya dikuasai oleh salah satu operator saja.

    Saat ini Kominfo telah membuat draft aturan mengenai pengaturan frekuensi pasca konsolidasi industri telekomunikasi.

    Pertama, frekuensi seluruhnya dikembalikan ke operator. Kedua, sebagian dari frekuensi yang dimiliki operator seluler setelah konsolidasi ditarik kemudian dilelang. Dan yang ketiga adalah sebagian ditarik kemudian ditahan dulu untuk beberapa saat dan nantinya akan di realokasikan kepada perusahaan hasil konsolidasi.

    Sementara itu, Mohammad Ridwan Effendi, Seketaris Jenderal Pusat Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB , angkat bicara mengenai draft aturan mengenai pengaturan frekuensi pasca konsolidasi industri telekomunikasi yang tengah digodok Kominfo.

    Menurutnya regulasi yang akan mengatur mengenai frekuensi yang akan ditarik sebagian kemudian ditahan dulu untuk beberapa saat dan nantinya akan di realokasikan kepada perusahaan hasil konsolidasi, dinilai mantan komisioner BRTI ini cacat hukum dan berpotensi melanggar UU telekomunikasi dan PP 52 dan 53 tahun 2000.

    “Prosedur yang ada di dalam perundang-undangan adalah frekuensi dikembalikan dahulu kepada negara dalam hal ini Menkominfo. Selanjutnya Menkominfo harus melakukan evaluasi menyeluruh terdapat operator telekomunikasi yang akan melakukan konsolidasi,” terang Ridwan.

    Lanjut Ridwan, evaluasi yang dilakukan meliputi komitmen pembangunan yang selama ini telah mereka lakukan, rencana serta komitmen pembangunan yang akan akan dibuat oleh perusahaan pasca konsolidasi, jumlah pelanggan dan kebutuhan frekuensi perusahaan yang melakukan konsolidasi.

    Setelah melakukan evaluasi menyeluruh, dengan kewenangan yang dimiliki, Menkominfo dapat melakukan relokasi frekuensi untuk perusahaan hasil konsolidasi. Sesuai dengan kebutuhan mereka dan komitmen mereka selama ini.

    Contoh yang benar dan sudah dilakukan adalah ketika merger antara XL dengan Axis. Setelah XL dan Axis memutuskan untuk melakukan konsolidasi, Menkominfo melakukan evaluasi menyeluruh. Setelah evaluasi dilakukan, Menkominfo memerintahkan agar 10 Mhz frekuensi yang dimiliki oleh Axis harus dikembalikan kepada negara.

    Setelah Axis mengembalikan frekuensi, Menkominfo merealokasikan lagi sisa frekuensi yang tersisa kepada Axis.

    “Memang aturan yang ada memberikan kewenangan kepada Menkominfo untuk mengatur penggunaan frekuensi. Namun kewenangan yang dimiliki oleh Menkominfo tak boleh disalahgunakan atau bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya. Sehingga menteri tak bisa dengan seenaknya saja dan sewenang-wenang dalam menetapkan atau membuat aturan. Aturan dan kewenangan yang melekat pada Menkominfo harus sesuai dengan UU,” papar Ridwan.

    Lebih lanjut Ridwan mengingatkan kepada Menkominfo dalam membuat regulasi khususnya seputar konsolidasi industri telekomunikasi, harus taat hukum berupa UU Telekomunikasi  no 36 tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 53Tahun 2000. 

    sumber berita :  Indra Khairuddin(seluler.id)

    Berita Terkait

    Pemerintah Tuntaskan Sosialisasi Siaran Digital Periode 2020

    KOMISI Penyiaran Indonesia (KPI) bersama dengan Badan Aksesibilitas Komunikasi dan Informasi (BAKTI) serta Kementerian Komunikasi dan Inform Selengkapnya

    Pemerintah Lakukan Transformasi Digital Melalui Empat Pilar

    Untuk memaksimalkan potensi bangsa dalam ekonomi digital, Kementerian Komunikasi dan Informatika tengah membangun infrastruktur digital yang Selengkapnya

    Pemerintah Lakukan Transformasi Digital Melalui Empat Pilar

    Untuk memaksimalkan potensi bangsa dalam ekonomi digital, Kementerian Komunikasi dan Informatika tengah membangun infrastruktur digital yang Selengkapnya

    Langkah Kominfo percepat digitalisasi di era normal baru

    Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menyiapkan langkah yang dapat ditempuh sektor Teknologi Informatika (TIK) untuk mempe Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA