FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    14 02-2020

    1587

    Menimbang Sistem Pos dalam Penanganan Bencana di Indonesia

    Kategori Artikel | mth

    Bogor, Kominfo – Sistem pos atau pengiriman informasi, obyek dan paket untuk menjangkau seluruh wilayah menjadi penting dalam manajemen bencana. Di beberapa negara, sistem pos tak hanya berfungsi dalam pengiriman surat, bahkan ada yang tergabung dalam Pos Telegraph dan Telephone (PTT). Tentu saja memiliki ortoritas dan pengelolaan akses sistem telepon dan telegraf, bahkan sampai akses untuk rekening tabungan serta menangani aplikasi untuk pembuatan paspor.

    Dalam manajemen bencana, pos memiliki peran dalam penyaluran bantuan dari pihak lain kepada korban. Kepala Sub Direktorat Kerja Sama dan Pengembangan Industri Pos Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komuniaksi dan Informatika, Analis Widodo menyatakan manajemen kebencanaan dalam penyelenggaraan kegiatan pos masuk ke dalam fase risk prevention, mitigation, preparedness, dan response.

    "Contohnya dalam bencana gempa Lombok beberapa waktu lalu. Ketika dalam kondisi darurat, berbagai pihak ingin menyumbangkan barang kepada para korban dan pengiriman bantuan itu melibatkan sektor pos," tuturnya dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘Manajemen Kebencanaan Sektor Pos’ di Bogor, Kamis (13/02/2020). 

    Menurut Widodo, kondisi itu membutuhkan dukungan dokumen berupa pedoman atau petunjuk teknis kepada seluruh penyelenggara pos ketika bencana terjadi. "Mungkin bisa dibandingkan dengan  saat bencana terjadi di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah pada 2018 lalu," jelasnya.

    Diskusi itu diikuti perwakilan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, PT Pos Indonesia, dan Asperindo. 

    Direktur Kesiapsiagaan BNPB Johny Sumbung menngakui PT Pos Indonesia mempunyai peranan besar saat kejadian gempa bumi melanda Lombok. "Banyak bantuan dari masyarakat di luar Lombok menggunakan jasa PT Pos Indonesia untuk jasa pengiriman. Hal ini menimbulkan gejolak juga di masyarakat bahwa lebih banyak barang yang tidak terpakai dikirim, seperti baju layak pakai yang akhirnya hanya menumpuk di gudang Bandara Selaparang, Lombok," tuturnya.

    Meski demikian, Johny menyebut perlunya proses screening awal agar yang diterima hanya barang-barang sesuai petunjuk Posko. Proses tersebut juga dibutuhkan untuk menghindari barang yang menumpuk terlalu lama untuk disalurkan dan meminta bantuan kepada organisasi relawan agar dibantu dalam hal penyaluran. 

    “Petunjuk teknis atau pedoman yang kita sepakati nantinya dapat membantu PT Pos Indonesia untuk tidak merugi akibat bantuan masyarakat yang tidak dikutip biayanya,” ujar Johny.

    Sementara itu, Kepala Disaster Management PT. Pos Indonesia Musawir M. Abduh  memberikan kepedulian kepada BNPB yang telah berpikir baik agar PT. Pos tidak merugi. Masih menurut Abduh, di tiap bencana BNPB sebenarnya sudah mempunyai daftar barang-barang kebutuhan mendesak yang bisa dibantu oleh masyarakat lain, tetapi karena animo masyarakat yang tinggi maka hal itu menjadi bias. "Rasa kemanusiaan mengalahkan akal sehat," ujar Musawir.

    Di lain pihak, BNPB mempunyai buffer stock untuk setiap kebutuhan-kebutuhan mendesak, tetapi patut disadari pasti akan habis juga. Di sinilah seharusnya peran dari KemenkopUKM untuk memastikan bahwa Koperasi dan UKM melaluli produk yang dihasilkan untuk didaftar sehingga mampu mengantisipasi kebutuhan mendesak dari suplier besar yang habis atau ditimbun secara ilegal.

    Ketua Bidang Transportasi dan Infrastruktur Asperindo, Hari Sugiandhi menyatakan bahwa Asperindo memiliki data jadwal penerbangan pesawat dan ukuran pesawat setiap maskapai yang tergabung dalam asosiasi. 

    Menurut Hari, asosiasi mampu mengelola barang dari berbagai lembaga, seperti BNPB, PT. Pos Indonesia, Basarnas. Sebagai acuanAsperindo pernah diminta untuk melakukan pengiriman barang dari BNPB dengan jumlah pengiriman yang banyak, melebihi kapasitas ketersediaan armada dan memiliki jadwal penerbangan sedikit, tetapi dapat dilaksanakan. 

    "Jadi pada saat darurat, terkadang kita bergerak tidak sesuai peraturan. Dan untuk bergerak di luar peraturan ada berkas-berkas administrasi yang perlu untuk diperhatikan secara lebih mendalam," tuturnya.

    Dalam diskusi muncul pertanyaan mengenai kebutuhan ruang apabila barang bantuan melebihi kapasitasnya. Berkenaan dengan hal tersebut, Johny menyampaikan gagasan untuk mencantumkan di dalam petunjuk teknis yang mewajibkan kantor-kantor pemerintah dapat digunakan sebagai lokasi penyimpanan barang bantuan secara gratis. 

    "Seperti di Lombok, TNI dan Kementerian Perhubungan membuka Bandara Selaparang bagi bantuan yang datang, dan akhirnya menjadi Pos Komando (Posko) menggantikan Posko yang ada di depan Kantor Bupati Lombok Utara," ujar Johny.

    Diskusi merumuskan beberapa simpulan dan pemahaman bahwa masih ada kesenjangan dalam pengiriman gratis bantuan ke lokasi bencana. Selanjutnya, perlu adanya keterlibatan aktif HIPMI Peduli dan lembaga non pemerintah lain untuk mendukung klaster sub logistik. Dari peserta yang hadir dalam diskusi, aplikasi logistik terintegrasi yang dapar digunakan secara bersama pada setiap fase manajemen bencana.

    Berita Terkait

    Daya Saing Digital Indonesia

    Indonesia meraih posisi ke-45 dunia pada peringkat daya saing digital. Sebuah bukti keberhasilan dan pengakuan dunia atas percepatan transfo Selengkapnya

    Ekosistem 5G Percepat Implementasi Industri 4.0

    Cepat atau lambat, teknologi telekomunikasi 5G akan menjadi kebutuhan industri manufaktur di dalam negeri untuk dapat bersaing di level glob Selengkapnya

    Ajang G20 Dorong Percepatan Transformasi Digital di Indonesia

    Presidensi G20 Indonesia berpotensi memperkuat kerja sama antara pemangku kepentingan dari berbagai negara. Selengkapnya

    Asosiasi E-Commerce Indonesia Meyakini Dampak Positif Gelaran G20 di Indonesia

    Gelaran G20 akan membawa dampak yang positif kepada pasar digital dalam negeri yang kini banyak dimanfaatkan oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA