FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    13 05-2020

    1098

    Regulasi dan Infrastruktur Harus Imbangi Percepatan Perubahan Budaya Digital

    Kategori Berita Kominfo | mth

    Jakarta, Kominfo - Pandemi Covid 19 yang mewabah di dunia telah mengakibatkan munculnya berbagai perubahan sosial di masyarakat. Kebijakan pembatasan sosial yang ditetapkan pemerintah baik di tingkat pusat dan daerah, juga memaksa masyarakat mengubah perilaku sosial sehari-hari, termasuk dalam urusan agama dan peribadatan.

    Hal tersebut terungkap dalam Seminar Nasional “WEBINAR” Perubahan Masyararakat Menjelang Idul Fitri yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Perubahan Sosial dan Media Baru Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya (UNESA), melalui medium virtual, Selasa (12/05/2020).

    Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Nuning Rodiyah berpendapat bahwa Covid-19 ini mengakibatkan adanya percepatan budaya digital. Harus diakui, ujar Nuning, lantaran wabah ini masyarakat Indonesia dipaksa untuk terbiasa dengan budaya digital. "Kegiatan belajar dari rumah dan bekerja dari rumah misalnya, memaksa masyarakat untuk menggunakan berbagai macam platform digital. Hal ini tentu saja harus diikuti dengan regulasi yang sesuai sebagai baseline budaya digital, ujar Nuning. 

    Adaptasi terhadap perubahan sosial juga dilakukan oleh industri penyiaran. Sebagai regulator penyiaran, KPI sudah mengarahkan televisi dan radio untuk senantiasa mematuhi protokol Covid-19 dalam setiap kegiatannya. "Misalnya dalam peliputan berita, salah satu bentuk perubahan yang dilakukan adalah dengan membuat TV Pool, sehingga ada pembagian tugas liputan dari masing-masing lembaga penyiaran. Tujuannya, agar jurnalis televisi dapat menerapkan physical distancing saat bertugas. KPI juga mengeluarkan edaran tentang siaran live di televisi yang juga wajib menjaga jarak. Hal ini selain menjaga keselamatan kru televisi, juga menjadi sebuah edukasi bagi publik tentang pentingnya physical distancing," tutur Nuning. 

    Program Belajar Dari Rumah (BDR) yang disiarkan TVRI bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merupakan langkah taktis pemerintah dalam menjaga hak-hak anak sekolah untuk tetap mendapatkan pendidikan. "Program BDR ini pun menyumbang pengaruh signifikan terhadap perubahan pola kepemirsaan televisi selama Covid-19," ujar Nuning.

    Nuning menjabarkan, selama pandemi ini jumlah penonton anak mengalami peningkatan besar. Kemudian, berita dan film menjadi program televisi yang paling banyak ditonton masyarakat selama pandemi. "Ini juga menunjukkan bahwa masyarakat masih mengandalkan televisi sebagai rujukan dalam mendapatkan informasi yang valid tentang Covid-19," paparnya. 

    Terhadap percepatan budaya digital ini, Nuning sangat mengharapkan adanya akselerasi dari pihak terkait agar perubahan ini menjadi lebih efektif. Untuk siaran BDR misalnya, harus diakui masih ada wilayah blankspot yang tidak dapat menjangkau siaran TVRI.

    "Karenanya KPI mendorong lembaga penyiaran lokal untuk ikut merelay program BDR yang disiarkan TVRI tersebut. Selain itu, perlu dukungan pemerintah daerah untuk menghadirkan kegiatan belajar jarak jauh yang bersinergi dengan lembaga penyiaran lokal, terutama terkait muatan dan kearifan lokal tiap daerah," ungkap Nuning. 

    Nuning menegaskan, edukasi tidak dapat dibebankan tanggung jawabnya hanya kepada media semata. Selama ini televisi swasta dan juga radio telah berinisiatif menghadirkan iklan layanan masyarakat (ILM)  atau menyisipkan pesan-pesan Covid-19 di program siarannya. Nuning berharap semua pemangku kepentingan ikut ambil bagian dalam menghadapi berbagai perubahan sosial dan perilaku yang muncul akibat pandemi. “Mau tak mau kita akan menghadapi kondisi normal yang baru, namun harus ada regulasi dan juga infrastuktur yang mendukung pada pola hidup yang baru tersebut,” jelasnya.  

    Dalam seminar nasional tersebut, hadir pula Antropolog dari Universitas Negeri Medan Erond Damanik, Sosiolog dari Universitas Muhammadiyah Malang Rachmat K Dwi Susilo, Akademisi Universitas Padjajaran Evie Aridne Sinta Dwi, serta Kandidat doktor Universitas Sains Malaysia  Moh. Mudzakkir. Diskusi diawali dengan sambutan wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Hukum UNESA Ari Wahyudi.

    Covid-19 ini, menurut Erond adalah sebuah revolusi kepatuhan di masyarakat, terhadap aturan dan ketentuan yang ditetapkan dalam penanggulangannya. Namun harus diakui ada masalah dalam penegakan aturan, yang menyebabkan tidak semua wilayah di Indonesia menyikapi pandemi Covid-19 dengan cara yang sama. "Misalnya saja, untuk lower class di daerah satelit Medan, masih terlihat pengabaian terhadap protokol Covid. Erond mengaitkan pula dengan pendapat Koentjaraningrat tentang karakteristik masyarakat Indonesia yang plural dan gemar selebrasi dan seremoni," ujar Erond.   

    Berita Terkait

    Menkominfo Ingatkan Masyarakat Hormati Perbedaan Pilihan Politik

    Menkominfo mengajak seluruh komponen bangsa untuk turut menjaga perdamaian dan persatuan bangsa, khususnya ketika beraktivitas di ruang digi Selengkapnya

    Vaksin Booster Kedua Harus Berbayar? Awas Disinformasi!

    Sejak 24 Januari 2023 Kemenkes mengeluarkan kebijakan pemberian booster kedua bagi masyarakat umum usia 18 tahun ke atas. Selengkapnya

    [Berita Foto] Menkominfo Hadiri RTM Percepatan Penerapan SPBE Nasional

    Dalam rapat itu dibahas upaya memudahkan integrasi layanan pemerintah melalui mekanisme interoperabilitas, berbagi data, dan informasi sesua Selengkapnya

    Forum G20 Jadi Sarana Indonesia Mempercepat Transformasi Digital

    Indonesia menjadikan Forum G20 sebagai sarana meningkatkan ekonomi digital dan mempercepat transformasi digital nasional dan global. Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA