UNHCR Terjerat Keimigrasian? Itu Hoaks!
UU Keimigrasian tidak dapat digunakan untuk menjerat UNHCR sebab pengungsi Rohingya bukanlah imigran ilegal yang diselundupkan. Selengkapnya
Jakarta, kominfo – Beredar konten di platform media sosial Facebook mengenai bahaya tes swab karena bisa membuat lapisan otak manusia pecah. Konon hal itu pernah terjadi di Kanada dan menyebabkan orang meninggal.
Narasi itu disertai tulisan sebagai berikut: "Bkn. Swab itu biting (lidi, red) yang dimasukkan ke dlm hidung. Itu Bisa Resiko Lapisan Otak Pecah & Tjdi Pendarahan bisa mati. Ada kjdian spt itu di Canada."
Hasil penelusuran Tim AIS Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan bahwa klaim tes swab membahayakan terhadap lapisan otak manusia adalah tidak benar.
Anggota komite British Neuroscience Association (BNA) Liz Coulthard, menyebut swab test Covid-19 sangat aman dilakukan.
"Swab test tidak bisa mencapai penghalang darah otak tanpa kekuatan yang besar. Sebab, masih ada beberapa lapisan jaringan dan tulang. Kami juga belum menemukan adanya kasus dari swab test dalam praktik neurologi kami," ujarnya sebagaimana dilansir Liputan6.com.
Selain itu ada juga penjelasan dari John Dwyer, seorang ahli imunologi dan Profesor Emeritus di Universitas New South Wales. "Tes usap tidak ditempatkan pada penghalang darah otak dan tidak membahayakan otak. Dengan demikian tidak menimbulkan ancaman bagi sistem saraf kita," katanya kepada AFP dalam email yang dia kirimkan pada 10 Juli lalu.
Berikut laporan isu hoaks dan disinformasi yang telah diidentifikasi Tim AIS Kementerian Kominfo, Selasa (24/11/2020):
UU Keimigrasian tidak dapat digunakan untuk menjerat UNHCR sebab pengungsi Rohingya bukanlah imigran ilegal yang diselundupkan. Selengkapnya
Hasil penelusuran Tim AIS Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan fakta klaim yang beredar tersebut tidak benar. Selengkapnya
Hasil penelusuran Tim AIS Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan fakta ternyata klaim tersebut tidak benar. Selengkapnya
Hasil penelusuran Tim AIS Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan fakta, klaim tersebut tidak benar. Selengkapnya