FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    18 10-2016

    3211

    Menjahit Kembali Baju Ke-Indonesia-an Kita

    Kategori Kerja Nyata | mth

    Salah satu transformasi fundamental yang dilakukan Presiden Joko Widodo adalah memperkenalkan pembangunan yang berwawasan “Indonesia-Sentris”.  Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo sering mengatakan bahwa Indonesia sedang berubah ke arah “IndonesiaSentris” bukan “Jawa-Sentris” lagi.

    Pendapat presiden ini menjelaskan bagaimana orientasi pembangunan “Jawa-Sentris” telah mengakibatkan ketidakadilan, kemiskinan, dan ketidakpuasan di beberapa daerah. Wawasan Indonesia-Sentris ini dapat dianggap sebagai terjemahan Presiden Joko Widodo atas tidak meratanya kesejahteraan di Indonesia terutama antara Jawa dan luar Jawa.

    Pendekatan pembangunan Indonesia-Sentris ala Joko Widodo dapat dianggap sebagai revolusi untuk membenahi warisan praktek pembangunan yang selama ini menempatkan daerah sekadar bingkai dari kekuasaan yang sentralistik. Dengan memajukan pendekatan pembangunan IndonesiaSentris, Presiden Joko Widodo hendak menjawab fakta bahwa Indonesia bukanlah identik dengan Jawa. Jawa hanyalah sebagian kecil dari Indonesia.
    Jawa hanya sebagian dari pulau besar yang ada di nusantara.

    Revitalisasi konsep “Indonesia” dengan keluar dari “Jawa-Sentris” adalah sebuah upaya agar ide “Indonesia” tidak menjadi slogan artifsial, tapi benar-benar terwujud dalam gerak pembangunan dan kesejahteraan yang merata. Dalam konteks ini Presiden Joko Widodo serius membangun Indonesia dari pinggiran, dari pulau-pulau terluar, dari daerah perbatasan dan dari kawasan Indonesia Timur, seperti Papua yang dapat dikatakan hanya menikmati “Indonesia” dalam makna kesatuan teritorial NKRI belaka, tapi belum sampai makna keadilan dan kesejahteraan.

    Pembangunan Infrastruktur
    Joko Widodo dengan pendekatan IndonesiaSentrisnya ingin menyatakan bahwa Indonesia bukanlah sebuah persatuan yang abstrak, tapi
    betul-betul nyata dapat dinikmati. Untuk membuat Indonesia menjadi nyata di wilayah pinggiran, maka prioritas pembangunan infrastruktur
    menjadi kunci penting untuk mendorong perekonomian, meningkatkan daya saing, produktiftas, dan pemerataan pembangunan. Dengan program prioritas infrastruktur jalan, rel kereta api, pelabuhan, tol laut maka diharapakan wawasan Indonesia yang abstrak dan semakin surut maknanya di kawasaan Timur, akan terlihat sebagai mahluk yang nyata.

    Dalam pandangan Presiden Joko Widodo, Indonesia-Sentris juga merupakan haluan politik negara agar pemerintah dapat dirasakan kehadirannya secara adil di semua wilayah Indonesia. Seperti yang ia janjikan dalam pidato pelantikannya 20 Oktober 2014, bahwa “Pemerintahan yang saya pimpin akan bekerja untuk memastikan setiap rakyat di seluruh pelosok tanah air, merasakan kehadiran pelayanan pemerintahan.”

    Selama ini kehadiran pemerintah dirasakan masih berat sebelah diantara berbagai wilayah sehingga ketimpangan pembangunan antarwilayah di Indonesia masih merupakan tantangan yang harus diselesaikan ke depan. Dalam RPJMN (2015-2019) direncanakan pendapatan domestik bruto (PDB) Pulau Jawa terhadap PDB nasional perlahanlahan akan diturunkan dari 58 persen pada tahun 2013 menjadi 55,1 persen pada tahun 2019.

    Melalui RPJMN (2015-2019), pemerintah berencana menambah tujuh Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagai kutub pertumbuhan ekonomi
    di luar Jawa untuk meningkatkan produktivitas daerah. Sebaran KEK ini berada di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Banten, Nusa Tenggara
    Barat, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Maluku. Pemerintah juga akan memprioritaskan pembangunan 13 kawasan industri baru antara
    lain adalah Kuala Tanjung, Batu Licin, Konawe, Teluk Bintuni, Buli, serta Morowali. Diharapkan kebijakan ini dapat menambah kontribusi PDRB
    daerah pada PDB nasional.

    Upaya pembangunan yang lebih berpihak kepada kawasan yang tertinggal ditunjukkan dengan kebijakan investasi yang makin positif dengan tren realisasi investasi yang jaraknya tidak lebar antara Jawa dan luar Jawa. Dari Data Realisasi Investasi di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM, 2016), menunjukkan kenaikkan target investasi sebesar 14,4% dari target 2015 sebesar Rp 519,5 Triliun.

    Realisasi investasi itu terdiri atas PMA Rp 386,4 Triliun dan PMDN sebesar Rp 208,4 Triliun. Realisasi investasi pada triwulan I (periode Januari-Maret)
    tahun 2016 tercatat Rp 146,5 Triliun, meningkat 17,6% dari periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 124,6 Triliun. Realisasi PMDN sebesar Rp 50,4 Triliun, naik 18,6% dari periode yang sama tahun 2015 sebesar Rp. 42,5 triliun. Sedangkan realisasi PMA sebesar Rp 96,1 Triliun, naik 17,1% dari pencapaian periode 2015 yang senilai Rp 82,1 Triliun.

    Realisasi investasi triwulan II 2016 meningkat sebesar 12,3% dibanding capaian periode yang sama pada tahun 2015 sebesar Rp 135,1 Triliun. PMDN sebesar Rp 52,2 Triliun, naik 21,7% dari Rp42,9 Triliun pada periode yang sama tahun 2015. Sedangkan PMA sebesar Rp. 99,4 triliun, naik 7,9 % dari Rp 92,2 Triliun pada periode yang sama tahun 2015. Hal penting yang perlu dicatat disini adalah bahwa sebaran investasi di luar Jawa meningkat menjadi Rp 69,6 Triliun atau setara dengan 45,9% dari total investasi (dibanding triwulan II 2015 sebesar 44,7%). Sementara itu, realisasi investasi di pulau Jawa sebesar Rp 82,0 Triliun (54,1%). Situasi ini menunjukkan bahwa pendekatan IndonesiaSentris telah menggerakkan pemerataan pertumbuhan ekonomi di luar Jawa.

    Kebijakan Kemaritiman
    Salah satu aspek Indonesia-Sentris yang pernah terlupakan dalam melihat konsepsi Indonesia adalah melihat laut sebagai “pemersatu”, bukan sebagai “pemisah”. Pengembangan maritim sebagai kebijakan negara sudah mulai dirintis di era Presiden Soekarno. Setelah reformasi, Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) adalah yang pertama kali mulai memajukan konsep Indonesia sebagai negara maritim dengan membentuk Departemen Eksplorasi Laut. Gus Dur memiliki gagasan kemaritiman yang besar karena menganggap laut sebagai masa depan Indonesia. Setelah Gus Dur tidak menjabat, gagasan Indonesia sebagai negara maritim kembali meredup .

    Gagasan ini kembali muncul ketika Presiden Joko Widodo terbilih menjadi Presiden RI ke-7 pada tahun 2014. Dalam pidato pelantikannya Presiden Joko Widodo mengatakan “bahwa kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk.”

    Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan 13.466 pulau yang membentang sepanjang 5000 km zone ekonomi eksklusif dan
    sekitar 93.000 km persegi perairan dalam. Dengan semua kekayaan itu Indonesia hanya mengekspor USD 4,2 Miliar ikan pertahun, bandingkan dengan
    Vietnam yang USD 5,7 Miliar, Thailand USD 7,2 Miliar pertahun. Ironisnya 90 persen dari kekayaan laut Indonesia diambil oleh penangkapan ilegal
    dari negara lain yang merugikan negara sebesar USD 20 Miliar/pertahun. Jumlah ini menurun setelah Menteri Susi yang didukung Presiden Joko Widodo melakukan tindakan hukum tegas dengan meledakan sekitar 40 kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia (The Economist, 27 Februari-4 Maret 2016).

    Konsepsi kemaritiman Presiden Joko Widodo, juga meluas kepada geopolitik global, dimana Indonesia sebagai negara yang dikelilingi laut harus menjadi pemain utama. Dalam sambutannya di KTT Asia Timur, 13 November 2015, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa ia bertekad menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. “Saya memilih forum ini untuk menyampaikan gagasan saya tentang Indonesia sebagai poros maritim dunia”.

    Indonesia memiliki potensi besar menjadi poros maritim dunia mengingat Indonesia berada di daerah ekuator, antara dua benua Asia dan Australia, antara dua samudera Pasifk dan Hindia, serta negara-negara Asia Tenggara. Untuk dapat menjadi poros maritim dunia maka sistem pelabuhan di Indonesia harus dimodernisasi sesuai standar internasional sehingga pelayanan dan akses di seluruh pelabuhan harus mengikuti standar internasional.

    Penutup
    Sebagai seorang presiden berlatar belakang Jawa, adalah hal luar biasa Presiden Joko Widodo memandang bahwa Jawa bukan lagi prioritas baginya. Konsepsi Indonesia-Sentris yang digaungkannya adalah sebuah kebijakan politik negara yang menjadi latar belakang prioritas pembangunan di luar Jawa. Tujuannya agar keadilan, kesejahteraan dan pemerataan tercipta di seluruh wilayah Indonesia. Proyek infrastruktur adalah pondasi awal yang dibangun dengan harapan akan menumbuhkan pondasi-pondasi ke-Indonesian di semua wilayah.

    Membuat negara hadir di wilayah-wilayah Indonesia yang selama ini dimarginalkan. Konsep Indonesia dalam wacana kebangsaan hendak direalisasikan oleh Presiden Joko Widodo dalam bentuknya yang nyata, bukan dalam demagogi keIndonesia-an yang abstrak yang tak bisa dinikmati. Dengan demikian Indonesia akan makin kokoh baik secara ideologis maupun kenyataan. Dengan cara ini Presiden Joko Widodo boleh diibaratkan sedang menjahit kembali baju ke-Indonesian kita.

    Catatan #KE2JANYATA ini merekam dan mencatat dengan baik sebuah gambaran proses pembangunan yang dilakukan pemerintahan Presiden Joko WidodoJusuf Kalla selama dua tahun. Dalam kurun waktu tersebut, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla telah berhasil meretas berbagai jalan perubahan baru untuk memajukan bangsa dan negara sekaligus memperkuat dan mempercantik baju ke-indonesia-an kita. Berbagai fondasi perubahan telah berhasil ditanamkan dalam kurun waktu dua tahun ini sesuai dengan semangat Nawacita.*

    Ditulis oleh Eko Sulistyono, Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan

    Berita Terkait

    2 Tahun Percepatan Pembangunan Menuju Indonesia Maju

    Kamis, 20 Oktober 2016 genap 2 tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Berawal dari Visi Nawacita yang disampaikan dalam pemilihan Presi Selengkapnya

    Bangun Indonesia Dari Desa

    Hamajen Saleh (41) tampak serius mengawasi tukang batu yang sedang giat mengayunkan sekopnya. Kepala Desa Hidayat, Kec Bacan, Kab Halmahera Selengkapnya

    Jalan Terang Indonesia Sejahtera

    Bila kita menyusuri jalur selatan Jawa, mulai Wonogiri sampai memasuki Blitar, kota kelahiran Bung Karno, maka rasa cinta tanah air kita sem Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA