FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    17 11-2017

    3361

    Disrupsi Digital dan Masa Depan Pariwisata Labuan Bajo

    Kategori Sorotan Media | Ayu Yuliani
    Pemandangan objek wisata Gili Laba di Labuan Bajo, Flores, NTT

    Labuan Bajo, Flores, NTT telah menjadi salah satu destinasi wisata yang diminati dunia. Berbagai objek wisata yang menakjubkan ada di Labuan Bajo. Yang telah akrab diketahui dunia adalah Komodo (Varanus komodoensis) yang banyak ditemukan di Pulau Komodo.

    Selain Komodo, kota di ujung barat Pulau Flores itu juga menyimpan sejumlah spot wisata lainnya yang tak kalah indahnya. Sebut saja, Pulau Rinca, Pulau Padar, Pink Beach, Pulau Kelor, Pulau Kambing, Pulau Bidadari, dan Pulau Kanawa. Deretan objek wisata menakjubkan ini telah menjadikan Labuan Bajo sebagai kota tujuan wisata bagi para pelancong dari berbagai belahan dunia.

    Derasnya arus kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo pun kian tak terbendung. Pariwisata telah memantik perubahan drastis di Labuan Bajo, termasuk gaya hidup masyarakatnya.

    Sebagai kota pariwisata dunia, berbagai kesiapan pembangunan terus disiapkan di Labuan Bajo. Beberapa yang telah kelihatan adalah pembangunan infrastruktur dasar antara lain jalan raya, air bersih, listrik, bandar udara dan pelabuhan.

    Hingga saat ini, seluruh elemen infrastruktur dasar itu memang belum sepenuhnya optimal. Namun, geliat usaha pemerintah dan masyarakat setempat untuk terus mempersiapkan Labuan Bajo sebagai kota pariwisata internasional mulai terlihat.

    Selain beberapa elemen infrastruktur dasar itu, pemerintah juga perlu menjamin kesiapan infrastruktur digital di Labuan Bajo. Khususnya ketersediaan layanan internet. Hal ini mengingat pesatnya industri hotel di Labuan Bajo seiring pesatnya arus wisatawan yang berkunjung.

    Ketua umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani, mengingatkan disrupsi digital (digital disruption) kini telah mempengaruhi industri perhotelan. Dampaknya, bisa positif dan bisa negatif. Positifnya adalah bahwa okupansi hotel bisa terdongkrak oleh jasa online travel agency (OTA). Namun, pada saat yang sama, operator atau pemilik hotel harus membayar komisi kepada para pemain OTA dengan harga yang tidak murah.

    "Range-nya bisa antara 20-30 persen," ungkap Haryadi dalam press conference the Hotel Week Indonesia di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta pada hari Senin (13/11/2017).

    Jamalul Izza dari Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) mengatakan, pemanfaatan kecanggihan teknologi dalam bisnis perhotelan kini telah mulai nyata di kalangan para pebisnis hotel dan pariwisata. Sayangnya, kata dia, di beberapa daerah, infrastruktur digital memang masih minim.

    Menurut Jamal, persoalan serupa memang kerap terjadi di daerah yang hanya memiliki satu provider telekomunikasi.

    “Contoh di Labuan Bajo. Kalau sore, terkadang tamu udah gak bisa internetan di hotel. Kecepatan internetnya juga sangat terbatas,” kata Jamal, Senin (13/11/2017).

    Jamal menjelaskan, infrastruktur digital yang masih minim menjadi tantangan serius bagi para pelaku bisnis perhotelan dan pariwisata pada umumnya. Sebab, sebagian besar konsumen kini lebih mengandalkan aplikasi berbasis online untuk pemesanan.

    Butuh Peningkatan

    Sebagai kota pariwisata, pembangunan infrastruktur digital menjadi salah satu penentu masa depan pariwisata di Labuan Bajo. Khususnya bagi para pelaku industri hospitaliti di Labuan Bajo.

    Ketua Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Labuan Bajo, Evodius Gonsamer, mengatakan peningkatan infrastruktur digital, khususnya layanan internet, di Labuan Bajo kini merupakan sebuah kebutuhan yang mendesak. Evodius mengakui, perkembangan dunia digital telah memberi dampak serius bagi industri hospitality di Labuan Bajo.

    “Sudah ada tapi memang belum maximal. Ini yang perlu ditingkatkan karena saat ini kita sudah memasuki era digital,” terang Evodius saat dihubungi Jitunews.com, Rabu (15/11/2017) pagi.

    Evodius menyebut pihaknya kerap menerima keluhan dari para wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, terkait masih buruknya akses internet di Labuan Bajo. Meskipun demikian, Evodius optimis infrastruktur digital yang maju dan mudah akan terealisasi di Labuan Bajo.

    “Kalau komplain masalah ini sering, dan tugas kami menjelaskan bahwa saat ini memang masih seperti ini namun pada waktu akan datang pasti ada perubahan dan kami dari ASITA Manggarai sangat yakin akan ada perubahan,” ujar Evodius.

    Keluhan para wisatawan rata-rata menyangkut kecepatan internet dan kemudahan akses internet di Labuan Bajo juga dibenarkan oleh pemandu wisata Alfonsius Basri. Para wisatawan yang dipandunya, kerap mengeluhkan sulitnya mengakses internet di spot wisata yang dikunjungi.

    “Belum maksimal sebenarnya. Masih banyak spot wisata yg belum di jangkau oleh jaringan internet,” kata Alfons saat dihubungi.

    Hotel- hotel di Labuan Bajo, khususnya hotel berbintang telah memiliki layanan internet selama 24 jam. Namun sayang, kata Alfons, koneksinya cenderung buruk.  Tak jarang, para wisatawan lebih memilih warung internet (Warnet) untuk bekerja daripada menggunakan layanan internet di Hotel.

    “Tamu  kadang kesulitan bekerja di kamar hotel. Lebih sering di lobby. Kalau masih lelet, ya ke warnet,” ujar Alfons.

    Kecepatan Internet Indonesia

    Sebagai gambaran, berdasarkan laporan penyedia content delivery network, Akamai, selama kuartal ketiga 2016, kecepatan internet rata-rata di Indonesia mencapai 6,4 Mbps. Berdasarkan tingkat kecepatan internet, sebut laporan itu, Indonesia menjadi negara dengan kecepatan internet rata-rata paling tinggi se-Asia Pasifik.

    Hal itu tidak terlepas dari gencarnya penggelaran jaringan internet berkecepatan tinggi 4G LTE di Indonesia yang dimulai pada tahun 2014 silam. Agresifitas operator penyedia layanan yang terus melebarkan jaringannya ke daerah-daerah juga merupakan faktor penting.

    Untuk itu, program broadband nasional yang digagas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) perlu terus dilanjutkan. Program itu dapat membantu pemenuhan kebutuhan masyarakat akan akses internet secara cepat dan mudah, khususnya bagi industri pariwisata nasional.

    Alfons berharap, Labuan Bajo dapat menerima berkah dari program itu. Kemajuan industri pariwisata dan hospitality di Labuan Bajo akan terus meningkat jika perbaikan industri digitalnya juga menjadi perhatian serius pemerintah dan pelaku industri hospitality di Labuan Bajo.

    Dengan demikian, harapannya, Labuan Bajo dapat menjadi kota pariwisata berkelas dunia yang makin diminati wisatawan.

    “Sebagai pelaku wisata yang setiap hari ada di lapangan, dampak dari minimnya infrastruktur digital di Labuan Bajo sangat dirasakan. Saya kira pemerintah dan para pelaku industri hospitality sudah saatnya duduk bersama untuk menjawab tantangan ini,” ungkap Alfons.

    Penulis: Marselinus Gunas

    Sumber: http://www.jitunews.com/read/69935/disrupsi-digital-dan-masa-depan-pariwisata-labuan-bajo

    Berita Terkait

    UMKM Didorong Berbasis Digital di Era Pandemi

    Di masa pandemi, pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah perlu berpindah ke ruang digital agar bisa menjangkau pasar yang lebih luas, ba Selengkapnya

    Migrasi TV analog ke digital, pemerintah akan berikan bantuan alat

    Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan membagikan alat khusus yang akan memungkinkan untuk migrasi televis Selengkapnya

    Disiplin 3M, Kunci Utama Tekan Penularan Covid-19

    Satgas Penanganan Covid-19 kembali mengingatkan masyarakat untuk patuh dan disiplin menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Sebab, kunci u Selengkapnya

    Kominfo Ajak Masyarakat Berjuang Putus Mata Rantai Penyebaran Covid-19

    Kementerian Komunikasi dan Informatika mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk tetap berjuang bersama pemerintah dalam memutus mata rant Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA