FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    20 07-2018

    17172

    Belum Tersentuh Meski Tak Terpencil

    Kategori Sorotan Media | daon001

    Saat sebagian penduduk Indonesia tersulut emosinya karena internet lemot, masih ada sebagian yang bahkan belum tersentuh oleh jaringan seluler.Kelimpangan bukan hanya perkara rasio gini, tetapi juga soal perbedaan akses.

    Berdasarkan   data   Asosiasi   Penyelenggara   Jasa   Internet   Indonesia   (APJI1),   jumlah pengguna  internet  di  Indonesia  sebanyak  143,26  juta  atau  sekira  55%  dari  populasi. Artinya, masih terdapat 45% sisanya yakni sekira 117 juta masyarakat yang masih belum tersentuh internet.

    Potret  tersebut  menunjukkan  bahwamasih  terdapat  pekerjaan  rumah  pembangunan infrastruktur  telekomunikasi  agar  internet  dinikmati  di  tiap  jengkal  wilayah  Indonesia. Sayangnya, pemerintah pun belum mengetahui pastinya lokasi 117 juta penduduk yang belum tesambung ke dunia maya ini. Apa yang ada, hanya peta daerah-daerah terpencil yang masuk kategori tertinggal, terdepan dan terluar (3T).

    Padahal, masih banyak daerah yang tak masuk kategori 3T tetapi tidak tersentuh sinyal. Hal itu, menjadi tantangan tambahan karena kerangka pembangunan infrastruktur saat ini  baru  mengacu  pada  daerah  3T  yang  diatur  dalam  Peraturan  Presiden  No.  131/2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 hingga 2019.

    Mengacu    data    Badan    Pembangunan    Nasional,    lokasi    prioritas    pembangunan infrastruktur telekomunikasi akan menyasar 7.666 desa di 1.475 kecamatan. Desa-desa ini tersaring  melalui  kriteria  dalam  Indeks  Pembangunan  Desa  (IPD)  seperti  ketersediaan base transceiver station (BTS) dan ketersediaan sinyal dan peranti.

    Komisi  I  Dewan  Perwakilan  Rakyat  mengusulkan  agar  Rp  l7  triliun  yang  merupakan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika bisa dikucurkan untuk membangun infrastruktur.

    "Bisa enggak agar Rp l7 triliun dari PNBP ini bisa digunakan untuk membangun akses di daerah yang masih terdapat blank spot 2 ." kata Pemimpin Rapat Dengar Pendapat Asril Hamzah Tanjung kepada perwakilan Kementerian Keuangan.

    Tidak 100%

    Dalam  kesempatan  yang  sama,  Direktur  PNBP  Kementerian  Keuangan  Mariatul  Aini mengatakan  dalam  penganggaran,  seluruh  PNBP  sektor  terkait  tak  bisa  dikembalikan 27100%. Pasalnya, pakem penggunaan anggaran telah diatur bahwa kesehatan, pendidikan dan dana alokasi umum (DAU) telah memiliki porsinya masing-masing.

    Dengan demikian, meskipun sektor telekomunikasi mengumpulkan Rp 17 triliun, hanya sebagian yang bisa dikembalikan. Itu pun, katanya, harus diusulkan dalam APBN setiap tahunnya.

    "Setiap  PNBP,  26%  menjadi  hak  daerah  atau  DAU,  20%  untuk  pendidikan  dan  juga kesehatan. Jadi setiap PNBP tidak bisa dikembalikan 100% ke sektornya," katanya.

    Deputi Kepala Bappenas Bidang Pengembangan Regional Rudy Soeprihadi Prawiradinata mengatakan  pihaknya  tak  bisa  begitu  saja  memasukkan  pembangunan  BTS  di  daerah yang tak masuk kategori 3T. Kecuali, katanya, konsep 3T diubah agar daerah tak bersinyal bisa tersentuh. "Kami bukan pihak yang memiliki kapasitas untuk membangun daerah di luar 3T," katanya.

    Direktur  Utama  Badan  Aksesibilitas  Telekomunikasi  dan  Informasi  (Bakti)  Anang  Lathif mengatakan  pihaknya  kesulitan  mengakselerasi  pembangunan  infrastruktur  karena wilayah yang tak memiliki sinyal berada di luar daerah 3T. Untuk daerah yang tergolong 3T saja, pihanya baru bisa menyediakan di 800 BTS.

    Untuk daerah Iain di luar 3T yang belum terdapat sinyal, masih belum ada kepastian baik lokasi maupun jumlah. Oleh karena itu, pihaknya perlu melakukan perhitungan ulang.

    "Ada sekitar 7.000 desa yang harus ter-cover. Kami saat ini sudah membangun 800 BTS Untuk yang di luar 3T, kami harus sisir lagi," ujarnya.

    Menurutnya,  pembangunan  BTS  saat  ini  hanya  mengandalkan  biaya  universal  service obligation   (USO)   atau   kontribusi   para   pelaku   usaha   telekomunikasi.   Pemerintah mengumpulkan  Rp  2,5  triliun  per  tahun  yang  dialokasikan  untuk  penyediaan  BTS  di daerah yang belum tersentuh jaringan seluler bergerak.

    Pihaknya  pun  sudah  mengusulkan  masalah  ini  agar  daerah-daerah  tanpa  sinyal  bisa menjadi   perhatian.   Tanpa   adanya   penambahan   infrastruktur   baru,   mustahil   bisa menutup ketimpangan sinyal.

    Di sisi lain, bila mengandalkan operator seluler, dia menyebut daerah ini tak memberikan prospek yang menarik dari segi bisnis. Dengan demikian, daerah ini tak dilirik oleh para operator  yang  kini  justru  memusatkan  perhatian  ke  kota-kota  besar  dengan  aktivitas internet tinggi.

    Cerita tentang ketimpangan mungkin bukan hal baru. Namun, bukan berarti hambatan keterbatasan  anggaran  menjadi  alasan  untuk  memaklumi  belum  tersedianya  akses seluler.  Ambisi  menikmati  kue  dari  ekonomi  digital,  terdengar  klise  saat  masih  ada sebagian  kecil  masyarakat  yang  tak  bisa  menikmati  layanan  telekomunikasi  untuk sekadar memberi kabar melalui panggilan suara ataupun SMS.

    Sumber : Bisnis Indonesia

    Berita Terkait

    Pemerintah Lindungi Anak dari Paparan Konten Pornografi

    JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengungkapkan edukasi dan literasi menjadi kunci penting untuk meningkatkan per Selengkapnya

    Kominfo: 24.000 Desa Belum Tersentuh Layanan Internet

    Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menilai implementasi smart city masih menjadi tantangan dalam pembangunan teknologi di seti Selengkapnya

    Operator Seluler Dukung Penuh Nyepi Tanpa Internetan di Bali

    Jakarta - Smartfren, Hutchison 3 Indonesia (Tri), Telkomsel, hingga Indosat Ooredoo menyatakan dukungan penuh terhadap imbauan pemerintah te Selengkapnya

    Jelang Pemilu, Pers Diingatkan Agar Tidak Berpihak

    YOGYAKARTA, suaramerdeka.com - Insan pers berperan penting sebagai salah satu entitas penentu kualitas Pemilu 2019 melalui pemberitaan yang Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA