FAQ  /  Tautan  /  Peta Situs
    04 03-2019

    3563

    Ujaran kebencian dan politik uang jadi ancaman terbesar Pemilu

    Kategori Sorotan Media | daon001

    Ujaran kebencian dan politik uang menjadi ancaman utama dalam Pemilu 2019. Menurut peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Erik Kurniawan, ujaran kebencian dan politik uang berpotensi tinggi mengganggu pemilih dalam menyalurkan hak suaranya dalam Pemilu 2019.

    Menurut dia, ujaran kebencian bisa merusak kemampuan publik dalam menentukan pilihannya secara jernih. Pemilih bisa mengabaikan pendirian dan penilaiannya yang rasional.

    Harusnya pemilih diberi kebebasan untuk menentukan hak pilih berdasarkan pendiriannya, berdasarkan penilaian. "Bukan karena pengaruh ujaran kebencian, akhirnya membenci salah satu pihak, salah satu calon atau membenci salah satu partai dan terpaksa menjatuhkan pilihannya ke yang lain," kata Erik dalam diskusi bertajuk 'Menyelamatkan Suara Pemilih' di Bawaslu RI, Jakarta, Minggu (3/3/2019), seperti dikutip dari Kompas.com.

    Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) September lalu menjelaskan, menurut Indeks Kerawanan Pemilu (IKP), 90 kabupaten dan kota masuk kategori rawan tinggi ujaran kebencian di angka 17,5 persen. Untuk politik SARA, ada 424 kabupaten dan kota di angka 82,5 persen yang rawan sedang.

    "IKP 2019 ini diharapkan menjadi ancangan untuk Bawaslu, dan para pemangku kepentingan lain berkonsentrasi di semua kabupaten kota," kata Komisioner Bawaslu Afifuddin di Jakarta, Selasa (25/9/2018) seperti dinukil dari VIVA.

    Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan, jika ada calon legislatif yang terbukti menyebarkan ujaran kebencian di media sosial, maka akan dilarang kampanye di media sosial.

    Setiap calon harus mendaftarkan satu akun resmi di setiap platform, seperti Facebook, Instagram, atau Twitter. Kementerian Komunikasi dan Informatika, mengawasi perilaku akun yang didaftarkan tersebut.

    Sedangkan persoalan politik uang, menurut Erik menjelaskan, masih tinggi potensinya karena sebagian besar masyarakat masih cenderung permisif terhadap politik uang. Mereka menganggap wajar politik uang di pemilu. "Seharusnya pemilih diberikan program kerja, diberikan opsi-opsi pilihan karena kapasitas dan kemampuan," ujarnya.

    Erik memandang, dua hal ini patut menjadi perhatian Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), perwakilan masyarakat sipil dan pihak terkait lainnya untuk mengedukasi pemilih secara berkesinambungan.

    Direktur Eksekutif Indikator, Burhanuddin Muhtadi menilai kemungkinan politik uang masih akan ditemui pada Pemilu 2019. Sebab, aktor calon legislatif bertambah signifikan karena penambahan daerah pemilihan dan kursi di DPR maupun beberapa kursi di DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.

    “Sementara media massa dan masyarakat lebih fokus pada Pilpres sehingga Caleg di lapangan akan lebih leluasa tanpa pengawasan,” kata Burhanuddin, seperti dikutip dari Okezone.com, Jumat (8/2/2019).

    Burhanuddin menjelaskan, menurut penelitiannya pada Pemilu 2014, sebanyak 33 persen masyarakat mengaku menerima politik uang.

    KPU secara tegas menindak para calon yang melakukan politik uang. Mereka yang terbukti melakukan politik uang dikenakan pidana pemilu dan dicoret dari daftar calon. Salah satu contohnya adalah Mandala Shoji, caleg DPR RI dari PAN.

    Sumber berita : Beritagar.id (04/03/19)

    Berita Terkait

    Presiden Jokowi Resmikan Pengoperasian Palapa Ring di Istana Negara

    Proyek pembangunan fiber optik kabel atau Palapa Ring telah selesai 100 persen. Presiden Joko Widodo meresmikan pengoperasian Palapa Ring di Selengkapnya

    Cegah Stunting, Tiga Kementerian Buat Aplikasi Berbeda

    Tiga kementerian, yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal Selengkapnya

    Indonesia Dukung Rancangan Internasional untuk Kebebasan Media

    Profesi jurnalis rentan mendapat aksi kekerasan dan persekusi. Mulai dari pengusiran, serangan fisik, hingga pemidanaan karya jurnalistik. H Selengkapnya

    Izin kelas bisa optimalkan penggunaan frekuensi

    Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan menggenjot implementasi izin kelas agar penggunaan frekuensi bisa optimal dan memberika Selengkapnya

    SOROTAN MEDIA